Forget Me-Not


 Karya Ucie Eka

       Brielle berjalan di tepi hutan Toruin, di hari berangin itu ia masih saja datang ke makam Evan.
Jubah berpergiannya melecut-lecut di udara, ia menghentikan langkah disamping sebuah gundukan tanah lalu duduk dan meletakkan bunga Forget Me-Not diatas makam itu. Serta merta angin menerbangkan bunganya dan Brielle berlari mengejar bunga itu.
     Sementara itu, seekor Serigala besar berbulu hitam pekat memperhatikan makam dari balik pepohonan, ia selalu berdiri disana saat Brielle berziarah, Serigala itu mendekat dan mengendus-endus nisan, ia memperhatikan sebuah liontin yang tergantung disana. Liontin itu berisi foto Brielle bersama seorang pria berambut coklat terang.
Serigala itu kembali bersembunyi saat mendengar suara kerosak di kejauhan.

     Brielle kembali, badannya basah kuyup, jubahnya menghilang entah kemana, namun bunganya tak juga didapat kembali. Ia mendekati makam seraya memeras rambut kepangnya yang basah.
"Maaf aku tidak membawa apa-apa untukmu." Brielle duduk, pipinya memerah karena kedinginan.

     Seseorang tiba-tiba saja memasangkan sebuah jubah di pundak Brielle. Brielle terkejut lalu menoleh, seorang pemuda berambut cokelat terang berdiri di belakangnya, mata pemuda itu menyipit karena tersenyum.
     "Evan?!" Brielle terkejut.
     Evan duduk di samping Brielle dan menatap wajahnya.
     "Bagaimana bisa?" kata Brielle. "Apa kau hantu?"
     "Ya," kata Evan.
     Brielle terdiam beberapa saat, lalu ia mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Evan. "Aku bisa menyentuhmu. Bagaimana mungkin kau hantu?"
     "Kau pernah melihat hantu sebelumnya?" tanya Evan.
     Brielle menggeleng.
     "Lalu bagaimana bisa kau yakin jika hantu tidak bisa disentuh?" kata Evan.
     Senyum Brielle merekah. "Apa kau bisa melayang?"
     "Tidak tapi aku bisa menghilang." Tiba-tiba Evan sudah berada 5 meter di depan Brielle, lalu kembali lagi.
     "Aku sangat merindukanmu," kata Brielle.

***

     Brielle menyadari bahwa tidak akan ada akhir untuk semua ini, ia tidak akan bisa terus bersama Evan. Beberapa hari yang lalu ayahnya berkata bahwa ia akan dijodohkan dengan Alisdair, putra tuan tanah.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Brielle.
"Aku akan pergi ke hutan," kata Alisdair seraya memakai sepatu bootnya."Aku berfirasat buruk." Mata Brielle menerawang."Jika aku tidak membunuh babi-babi hutan itu, mereka akan terus merusak tanaman di ladang.""Kau harus mendengarkanku!"
"Kau terlalu paranoid karena sebelumnya Evan meningal di hutan." Alisdair mengecup dahi Brielle.
"Evan," gumam Brielle.

Brielle hendak mengantarkan gulungan-gulungan benang sore itu, ia melihat beberapa orang berjalan tergesa ke rumah tuan tanah.
"Ayo Brielle! Kau harus ke rumah tuan tanah!" Seseorang menarik tangan Brielle.
"Aku harus mengantar benang-benang ini Lidya!"
Lidya menggeleng. "Ini lebih penting," katanya.

Sepanjang perjalanan ke rumah tuan tanah, orang-orang berbisik saat melihatnya.
"Dia gadis pembawa sial," bisik seseorang.
"Ya, tiap pemuda yang dijodohkan dengannya bernasib buruk," bisik yang lain.
Jantung Brielle seakan memukul tulang rusuknya, berdetak begitu cepat seolah akan melompat dari ronga dadanya. Ia berlari ke rumah tuan tanah dengan suasana hati yang tak bisa dijelaskan.

Kerumunan orang di rumah tuan tanah menyingkir saat mengetahui kedatangannya. Air mata telah berleleran di pipinya.
Di dalam rumah, ia mendapati Alisdair terlelap, tampak begitu damai. Namun ada sesuatu yang berbeda, wajahnya dihiasi bekas cakaran hewan.
"Serigala menyerangnya saat ia pergi berburu. Berkali-kali sudah kuperingatkan, tapi ia tidak pernah mendengarnya," ucap istri tuan tanah yang tiba-tiba saja telah berada dibelakang Brielle.
"Maafkan aku nyonya," kata Brielle.
"Tidak nak, jangan mendengar gunjingan orang. Ini bukan salahmu."

***

Evan menghampiri Brielle di tepi sungai.
"Hai Brielle! Mengapa kau tidak pernah datang akhir-akhir ini? Kau menghindariku," kata Evan.
Brielle membisu.
"Brielle?!" Evan mengulangi panggilannya.
"Oh, maaf," kata Brielle.
Evan duduk di samping Brielle.
"Kurasa kita tidak akan bisa terus seperti ini," kata Brielle.
"Apa maksudmu?" Evan mengerutkan dahi.
"Kita berbeda, kita tidak bisa bersama. Ini membuatku bingung."
"Kau tidak ingin bersamaku? Kenapa? Hanya aku yang selalu setia bersamamu. Bahkan sebelum kau mengenal Evan." kata Evan.
"Sebelum aku mengenal Evan? Siapa kau? Kau bukan Evan?" kata Brielle, ia terdiam sejenak. "Kau bukan manusia," lanjutnya.
"Bukan manusia? Tidakkah kau sadar bahwa tidak ada satupun manusia yang suka denganmu!" bentak Evan.
Mata Brielle berkaca-kaca lalu ia berlari pergi.

***

Udara terasa begitu dingin, bulan sedang menjalani fasenya sebagai bulan mati, membuat malam begitu gelap.
Brielle masih terlelap, lalu ia terbangun saat merasakan tubuhnya terguncang-guncang, ia membuka mata dan mendapati dirinya terbaring di punggung seekor binatang besar berbulu lebat. Brielle menjerit lalu ia jatuh dari punggung binatang itu.
"Serigala!" pekik Brielle.
Serigala itu berubah menjadi manusia dan menutup mulut Brielle. Brielle menggigit tangan orang itu.
"Evan," bisik Brielle. "Tidak, kau bukan Evan! Kau Werewolf! Serigala, kau yang membunuh Alisdair?" tanya Brielle.
"Ya, kau benar. Aku membunuh Alisdair, Aku juga yang membunuh Evan," kata Werewolf itu. Ia kembali menyekap mulut Brielle dan membawanya berlari. Tiba-tiba sesuatu menjerat kakinya.
"Werewolf! Werewolf! Bunuh makhluk terkutuk itu!" Orang-orang mulai bermunculan dan menjerat tubuh Werewolf itu.
Orang-orang mulai membawa Werewolf itu pergi. Werewolf itu menatap mata Brielle sayu. Brielle masih berdiri di tempat itu, tidak tahu apa yang harus dilakukannya selai terisak.

***

"Siapa namamu?" tanya Brielle dari luar jeruji besi.
"Alan," jawab seorang pemuda yang duduk meringkuk disudut penjara itu. Matanya selalu saja berbinar tiap melihat Brielle.
"Besok kau akan dibakar hidup-hidup. Kenapa kau tidak menghilang dari tempat ini?" tanya Brielle.
"Aku tidak bisa menghilang, aku hanya bisa berlari dengan cepat."
Brielle mengeluarkan sesuatu dari sakunya: kunci. Ia membuka pintu jeruji itu. "Pergilah," kata Brielle. "Berlarilah dengan cepat, dan jangan mendekati tempat ini lagi."

***

Setahun kemudian...

Tempat itu masih sama, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa setahun yang lalu. Seorang pemuda berpostur tinggi dan berambut hitam pekat datang ke desa itu. "Kau mengenal gadis bernama Brielle?" tanyanya pada seorang petani.
"Brielle?" petani itu tampak mengingat-ingat sesuatu lalu tiba-tiba bergidik.  "Gadis penyihir itu. Dia dibakar hidup-hidup setahun yang lalu karena membebaskan makhluk terkutuk. Lebih baik kau tidak menyebut namanya di desa ini nak, tidak baik bagimu."

***

Seekor Serigala berbulu hitam pekat berjalh di tepi hutan, di mulutnya tampak sesuatu berwarna biru cerah.

Orang-orang desa tidak memperbolehkan anak-anaknya mendekati hutan, karena di tepi hutan itu ada dua buah makam terkutuk: makam gadis penyihir jahat dan kekasihya. Dan entah kenapa diatas kedua makam itu selalu ada karangan bunga Forget Me-Not.

The End

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar